Rabu, 13 Januari 2010

Pendidikan dan perubahan

Chavez: Pabrik-pabrik harus menjadi “sekolah”

Oleh Ady

Dalam pertemuan yang bertema “transformasi sosialis” pada tanggal 21 Mei 2009 yang berlangsung di komplek industri CVG Ferrominera, Puerto Ordaz, Kota Guayana, Venezuela, Chavez mengumumkan beberapa pabrik yang baru saja dinasionalisasi, yaitu lima pabrik besi dan baja yang terdiri dari Pabrik besi dan baja Orinoco, Venezolana de Prerreducidos of Caroní (VENPRECAR), Materiales Siderúrgicos (MATESI), Complejo Siderúrgico de Guayana (COMSIGUA), Tubos de Acero de Venezuela (TAVSA) dan Pabrik Keramik Caraobo. Kelima pabrik besi dan baja serta satu pabrik keramik yang dinasionalisasi itu merupakan bagian dari langkah Chavez untuk membangun sosialisme Venezuela yang berbasiskan kekuatan massa rakyat pekerja. Chavez juga menjelaskan persetujuan perundingan secara kolektif dari CVG Ferrominera dan berencana untuk membuat komplek pabrik industri besi baja dimana pabrik-pabrik yang tergabung dalam komplek itu harus berada dibawah kontrol buruh. “Mari kita mulai proses nasionalisasi untuk membangun komplek industrial ini”, kata Chavez.



Pertemuan itu dihadiri sekitar 400 buruh, 200 orang diantaranya berasal dari buruh sektor industri alumunium dan 200 orang lainnya berasal dari sektor industri besi dan baja. Chavez, sebagai presiden Venezuela, dalam pertemuan itu ia didampingi oleh beberapa menterinya yaitu Jorge Giordani, Rodolfo Sanz, Rafael Ramírez, dan Alí Rodríguez Araque serta Gubernur Guayana, Francisco Rangel Gómez.

Untuk seluruh massa rakyat di Venezuela, khususnya mereka yang hadir dalam pertemuan itu, Chavez menegaskan bahwa perlunya menggiatkan pendidikan politik bagi buruh, ia mengatakan saat ini “setiap pabrik harus menjadi sekolah, seperti yang dikatakan Che, bahwa untuk membangun tidak hanya membutuhkan briket, besi, baja dan alumunium, namun juga, diatas semuanya, pemuda dan pemudi baru, sebuah masyarakat baru, sebuah masyarakat sosialis”. Chavez juga menegaskan kembali idenya untuk membuat sekolah-sekolah politik, seperti sekolah poltik yang ada di CVG Alcasa, dimana pengelolaannya berada di bawah kontrol pekerja dan diketuai oleh Carloz Lanz. “Saya pikir akan sangat bermanfaat jika segera dibuka Sekolah bagi buruh di Guayana, sebuah Sekolah pendidikan politik bagi buruh; dengan itu maka kita dapat memulai untuk menganalisa berbagai macam persoalan, baik mengenai sosialisme dan dunia, politik, budaya, masyarakat dan ekonomi”. Dengan sekolah-sekolah politik itu diharapkan kesadaran buruh akan meningkat. Sehingga buruh tidak hanya sekedar tahu tentang sosialisme, tapi juga paham, dan mengerti bagaimana mewujudkannya. Karena proyek besar pembangunan transisional menuju sosialisme yang terjadi di Venezuela membutuhkan partisipasi dengan penuh kesadaran massa rakyat pekerja.

Bagi Chavez, Guayana merupakan salah satu kota penting dalam membangun sosialisme di Venezuela , di kota ini program-program sosialisme sedang dijalankan. Dan diharapkan Guayana dapat menjadi kota percontohan bagi kota-kota lainnya di Venezuela bahkan di seluruh dunia. Dengan penuh optimis Chavez mengatakan “Saya yakin bahwa Guayana dan pergerakan di Guayana…akan menjadi platform sosialisme yang besar, dalam membangun sosialisme, kelas pekerja menjadi garda terdepan, kelas pekerja sebagai pelaku utama. Dan Guayana, akan menjadi – disinilah saya melihat – sebuah sekolah Sosialis”.

Chavez juga mengatakan bahwa pembangunan dan perencanaan proses Revolusi Venezuela ini membutuhkan partisipasi sadar dari kelas pekerja. Pidato yang dia berikan merupakan satu langkah maju, tetapi ini harus dipenuhi dan dijalankan melalui aksi-aksi konkrit oleh pekerja sendiri. Kita telah melihat berkali-kali bagaimana rencana-rencana yang telah dipaparkan oleh Chavez terkubur dan diabaikan oleh birokrasi-birokrasi pemerintah yang notabene masih merupakan warisan dari pemerintahan korup yang lama sebelum Chavez. Untuk berangkat dari pidato ke aksi, kelas pekerja Guayana dan segenap kelas pekerja Venezuela harus mengambil tanggung jawab ini.

Kelas pekerja harus mengambil sebuah langkah tegas dan aksi yang konkrit. Komite-komite pabrik harus dipilih secara demokratis dan dapat dipanggil kembali (recall) setiap saat supaya kontrol buruh yang sejati dapat terbentuk. Manajemen dan pembukuan perusahaan harus dikontrol oleh pekerja sendiri supaya surplus-surplus produksi tidak lari ke kantong para birokrat. Kelas pekerja Venezuela harus memiliki manejemen kolektif di dalam setiap divisi dan departemen industri, yang mengontrol semua aspek produksi, termasuk pemasaran dan penjualan, guna membentuk kontrol buruh yang efektif.

Menjelang akhir acara pertemuan itu Chavez menegaskan kembali bahwa revolusi Bolivarian yang sedang dijalankan di Venezuela ini memainkan peran yang sangat besar bagi perkembangan massa rakyat pekerja di seluruh dunia. Seluruh kelas pekerja dunia saat ini melihat dan berharap bahwa proses revolusi sosialisme yang berlangsung di Venezuela dapat mewujudkan terbentuknya Negara buruh sejati. Dengan penuh suka cita di akhir kalimat penutupnya Chavez berucap “Hidup kelas pekerja! Hidup kebebasan di Guayana! Hidup buruh! Hidup Negara sosialis! Patria, Socialismo o Muerte! Venceremos!”

Jakarta 29 Mei 2009

Read More......

Selasa, 11 Agustus 2009

BUPATI KSB SEDIAKAN TEROP UNTUK AKSI DEMONSTRASI

Jika kita berkunjung ke Kantor Bupati Sumbawa Barat, tepatnya di depan gedung Graha fitrah di lingkar KTC, kita akan temukan satu bangunan kecil bongkar pasang berbentuk kotak yang sengaja dipasang di lokasi tersebut. Terop yang terpasang dengan jarak 500 meter dari gedung Graha Fitrah tersebut diperuntukkan untuk para demonstran yang hendak melakukan aksi demo kepada Pemerintah Daerah. Ini dilakukan sesuai dengan instruksi Bupati langsung kepada bawahannya untuk memasang bangunan tersebut. Sikap ini dilakukan sebagai bentuk kepeduliannya terhadap berbagai dinamika masyarakat KSB yang saat ini pemikirannya sudah semakin berkembang dalam memantau pertumbuhan Kabupaten Sumbawa Barat.


Dengan semakin banyaknya agenda demonstrasi yang dilakukan oleh LSM yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat, Bupati memberikan apresiasi yang tinggi terhadap semangat demokrasi dan bentuk kepedulian masyarakat terhadap jalannya pembangunan. Adanya demonstarsi seperti itu berarti masyarakat Sumbawa Barat telah menunjukkan partisipasinya dalam pembangunan. Dalam pidatonya pada apel syukur tanggal 21 Juli, Bupati menyampaikan kepada para peserta apel, bahwa Bupati selalu welcome terhadap kritika-kritikan yang dilontarkan kepadanya. Jika saya sudah tidak ada yang kritik, berarti saya sudah menjadi malaikat, yang tidak pernah salah, ungkapnya dengan penuh ramah.
Terakhir diperbaharui ( Thursday, 30 July 2009 )

Read More......

Bupati : Mungkin, Demo Berhenti Setelah Saya Mundur

Taliwang, KOBAR

Bupati KSB KH. Zulkifli Muhadli.SH.MM mengungkapkan, aksi Demonstrasi yang dilakukan sejumlah kelompok di daerah ini akan berhenti apabila dirinya mundur dari kursi kepemimpinan sebagai bupati. “Mungkin setelah Zulkifli berhenti atau mengundurkan diri menjadi Bupati KSB, baru aksi demo itu sudah tidak ada lagi,” selorohnya di depan sejumlah wartawan pekan lalu.

Bupati menilai, aksi ini sebenarnya sudah terjadi sejak tahun 2005, dan ia menganggap itu hal yang biasa terjadi di daerah manapun. Asalkan, penyampaian aspirasi itu dilakukan sesuai aturan, dan tidak mengungkapkan hal yang belum jelas kebenarannya, karena itu bagian dari fitnah. “Saya siap melakukan dialog dengan siapapun, tapi jangan melakukan demo, tapi jika demo jangan minta dialog,” tegas Bupati.


Zulikifli muhadli berharap kepada kelompok yang sering melakukan aksi di KSB, agar tidak gampang di tunggangi oleh oknum yang memiliki kepentingan, karena hal itu tidak ada gunanya. Bahkan yang mendapat keuntungan dari aksi itu, yakni orang yang memiliki misi lain di balik aksi itu. “KSB selalu dikatakan sarang koruptor, banyak proyek bermasalah. Padahal sesuai hasil audit BPK selama ini KSB termasuk dalam kategori wajar dengan pengecualian,” aku Zulkifli.

Dia juga mengajak, kepada seluruh LSM, Penceramah, bahkan wartawan agar selalu berpikiran positif terkait proses pembangunan di daerah ini, karena apabila fitnah selalu diungkapkan dengan terus menerus, maka itu akan dipercaya oleh masyarakat yang mendengarnya.

“Saya takut daerah ini tidak akan maju, karena yang diungkapkan selama ini selalu kegagalan pembangunan,” pungkasnya. Ada baiknya, masyarakat selalu berpikir yang positif dan pandai bersyukur, terhadap apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah di daerah ini, “namun kita juga tidak lupa dengan kegagalan yang pernah terjadi,” tambahnya. (Kar)

Read More......

Rabu, 05 Agustus 2009

Mega Proyek Yg Selalu Dirundung Masalah

Pemkab Dinilai Miskin Refrensi, Banyak Syarat Tak Terpenuhi

Sejak pertama digulirkan, program strategis yakni pembangunan 7 item mega proyek fasilitas publik pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) terus dirundung masalah. Mulai dari soal teknis perencanaan, ijin, kualitas kontraktor serta tumpang tindih kepanitiaan. Belum lagi, persoalan tarik ulurnya penyelesaian Pasar Terminal yang berujung mundurnya penanggung jawab utama proyek tadi, semakin membuat kisah mega proyek ini seolah tak berujung. Niat tulus pemerintah untuk menyediakan fasilitas penting dan strategis untuk masyarakat Sumbawa Barat diyakini masih terus berpolemik. Persoalan utama yang mengganjal pemerintah terkait pelaksanaan mega proyek ini yakni banyak terkendala lantaran syarat perijinan seperti AMDAL dan ijin teknis lainnya. Akibatnya, satu dari 7 mega proyek yang bakal dibangun terancam dibatalkan.

Taliwang, KOBAR

Mega proyek Pasar dan Terminal adalah satu dari 7 item mega proyek fasilitas publik yang sudah dibangun pemerintah meski realisasi fisiknya belum tuntas 100 persen. Sementara 6 sisanya diketahui masih belum mulai dibangun lantaran harus terkendala ijin operasional serta syarat lain, seperti, Analisis Pengendalian Dampak Lingkungan (AMDAL). Meski sudah berjalan, proyek pasar terminal masih juga Dirundung masalah. Kontraktor pelaksana proyek itu, PT. Guna Karya, kini masih menunggu usulan perpanjangan waktu guna melanjutkan kembali pengerjaannya karena masih belum disetujui pemerintah.

Internal Dinas Pekerjaan Umum (DPU) setempat belum juga menentukan sikap apakah usulan perpanjangan waktu yang diajukan kontraktor pelaksana disetujui atau tidak. Belum usulan itu disetujui, tiba-tiba Pejabat pembuat Komitmen (PPK) proyek pasar dan terminal ini mengundurkan diri. Dia adalah Novrizal Zain, SE. pejabat PPK alias orang yang diberi mandat untuk bertanggung jawab atas proyek ini malah enggan melanjutkan jabatan yang baru ia pegang itu tanpa alasan yang pasti. Novrizal yang terus ditanya wartawan perihal pengunduran dirinya ini, hanya menjawab santai, ia hanya ingin nyaman dan tak ingin terlibat terlalu jauh dalam urusan mega proyek itu. Rizal sapaan akrabnya, menolak menyebut alasan utama mengapa ia harus mundur dari PPK. Wartawan yang berusaha menghubungiya via hand phone juga gagal, lantaran tidak diangkat.


Jajaran DPRD Sumbawa Barat mengaku ikut bertanya-tanya ada apa di balik pengunduran diri Novrizal. Makanya sejumlah anggota komisi terkait berencana mengundang PU terutama Novrizal untuk diminta klarifikasi. “Kami sangat menyayangkan langkah yang di ambil oleh PPK, namun terlepas dari semua itu, kita harus mempertanyakan alasan dari kemundurannya,” kata Mustakim Pattawari, Juru bicara Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) DPRD KSB, kepada Pers, belum lama ini.
DPRD tambah Mustakim musti mengetahui alasan utama mundurnya PPK. Fakta ini menurutnya bisa saja meyakinkan publik bawah ternyata banyak permasalahan yang terjadi pada proses pembangunan salah satu item Perda 34 itu. “Kita akan segera melayangkan surat panggilan terkait soal ini,” tandasnya.

Sebelum itu, permasalahan dalam pelaksanaan proyek pasar terminal ini sejak dulu telah muncul. Mulai dari berubahnya perencanaan, hingga adanya penambahan volume fisik. Hingga memasuki masa habis kontrak, PT. GK baru bisa menyelesaikan volume fisik di bawah 70 persen. DPRD sejak awal bukan saja mengkritisi payung hukum pelaksanaan mega proyek ini, yakni, Peraturan Daerah (Perda) 34 tahun 2007 namun juga kualitas kontraktor. Perda 34 misalnya, selain dinilai tidak sesuai masa jabatan Bupati, pencantuman anggaran masing-masing item mega proyek tadi tanpa pembahasan di DPRD.

Meski akhirnya surat pemerintah Provinsi meyakinkan bahwa Perda 34 masih sah dan tidak bermasalah, namun pemerintah KSB masih saja dirundung masalah guna melanjutkan proyek ini. Ini terbukti, ketika sejumlah item mega proyek tadi terancam dibatalkan atau bahkan molor, akibat tidak memiliki AMDAL serta ijin yang diprasyaratkan pemerintah. Belum lagi, letak lokasi pembangunan yang tumpang tindih. Sebut saja, pembangunan Dermaga yang menelan anggaran Rp 60 milyar lebih kini terancam batal, lantaran sulit mendapat ijin. Selanjutnya, pelaksanaan pembangunan RSUD yang sampai hari ini pula lokasinya belum jelas karena diusulkan untuk dipindah lagi. Demikian juga halnya dengan pembangunan Bendungan raksasa Bintang Bano, meski Detail Enggenering Disain (DED) telah dituntaskan dan bahkan pemerintah telah membentuk tim Management Konstruksi (MK) proyek tadi, namun hingga kini belum pasti kapan fisik proyek ini mulai dibangun.

Bupati KSB, KH. Zulkifli Muhadli, SH. MM kepada wartawan di berbagai kesempatan mengakui kelemahan pemerintah dalam pelaksanaan mega proyek ini. Mulai dari tak adanya AMDAL, sulitnya mendapat ijin hingga pindahnya lokasi pembangunan salah satu mega proyek itu.

Tokoh akademisi NTB, yang juga rektor Universitas Muhammadiyah Mataram, H. Agusfian Wahab, SH menilai pemerintah KSB memiliki referensi yang miskin terkait pelaksanaan mega proyek ini. Miskinnya referensi itu terlihat mulai dari tahapan perencanaan, membuat payung hukum hingga tahapan pelaksanaan. Dalam perspektif hukum, pemkab KSB membuat perencanaan mega proyek ini secara parsial hanya atas kepentingan pemerintah saja, namun tidak mengakomodir pihak lain yang justru paling berkepentingan. Seharusnya, pemerintah KSB terlebih dahulu melakukan uji kelayakan dan uji publik, sebelum ini direncanakan atau dilaksanakan. Sebab, publik di sini adalah obyek sasaran kebijakan. Agusfian lebih melihat bahwa kebijakan mega proyek ini memiliki filosofi politik ketimbang sosial. Ini bisa dilihat dari tahapan terbitnya Perda tadi tanpa pelibatan pihak yang justru berkepentingan. “Fakta yang terjadi dalam mega proyek ini bukan semata-mata kelalaian pemerintah, tapi lebih pada kesengajaan. Perda juga tidak mengakomodir banyak kepentingan atau kajian teknis perijinan dan aspek sosial serta ekonomi. Karenanya, langkah yang harus dilakukan pemerintah yakni, hentikan mega proyek ini dan kembalikan ke keadaan semula,” tandas, Agusfian berbicara kepada media via selularnya, Minggu (2/8).

Hingga berita ini diturunkan, pemerintah setempat masih belum memulai pembangunan sejumlah mega proyek kecuali pasar dan terminal. Mega proyek yang sampai hari belum dibangun yakni, Dermaga Labuhan Lalar, RSUD, Bendungan Bintang Bano. (Kar)

Read More......